"Perang Jenderal" di PilPres 2014


Perang opini dan saling hujat antar-purnawirawan TNI dalam pilpres kali ini dinilai sebagai buah perpecahan di tubuh TNI AD yang terjadi pada Orde Baru. Dua kelompok jenderal purnawirawan pendukung kedua pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, adalah dua kelompok yang berbeda faksi.
Menurut guru besar sejarah Universitas Negeri Surabaya, Aminuddin Kasdi, ada dua faksi di tubuh TNI, yakni faksi "hijau" dan faksi "nasionalis".
"Gesekan dua faksi ini memuncak saat menjelang lengsernya Soeharto pada 1998," katanya, Jumat (13/6/2014).
Prabowo masuk di faksi "hijau" yang berisi jenderal-jenderal berlatar belakang Muslim sehingga wajar jika Prabowo saat ini banyak didukung partai Islam.
"Lawannya faksi 'nasionalis' yang kini banyak berkumpul di pendukung Jokowi-JK. Karena itu, wajar jika mereka banyak menyerang Prabowo," ujarnya.
Pada pilpres kali ini, kedua kubu seperti berhadap-hadapan langsung melalui media perang isu dan saling hujat. "Rivalitas ini mengarah ke fonemena yang tidak kondusif karena saling serang dengan kampanye hitam," ujarnya.
Pasangan capres dan cawapres Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK didukung banyak jenderal purnawirawan militer. Di kubu Prabowo-Hatta di antaranya ada ada Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Jenderal TNI (Purn) Farouk Muhammad Syechbubakar, Letjen TNI (Purn) M Yunus Yosfiah, Letjen TNI (Purn) Syarwan Hamid, Letjen TNI (Purn) Soeharto, Mayjen TNI (Purn) Syamsir Siregar, dan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen.
Sementara itu, jenderal yang mengisi barisan tim pemenangan Jokowi-JK di antaranya ada Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto, Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, Laksamana (Purn) Tedjo Edi, Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, Marsekal Madya (Purn) Ian Santoso, dan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Rozy.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment