JAKARTA - Sebutan mahasiswa abadi atau mahasiswa paling lama (mapala) yang kuliah S1 hingga tujuh tahun (14 semester) sudah tidak ada lagi. Pasalnya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kebijakan lama kuliah sarjana 4-5 tahun saja.
Aturan baru ini tertuang dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).
Dalam aturan ini ditentukan bahwa beban belajar minimal mahasiswa S1/D-IV adalah 144 SKS (satuan kredit semester). Nah untuk menuntaskan seluruh beban SKS tadi, mahasiswa S1/D-IV diberi batas waktu 4-5 tahun (8-10 semester).
"Benar sudah tidak seperti dulu lagi. Ada aturan baru," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud Djoko Santoso. Pada aturan sebelumnya, mahasiswa S1 atau sederajat diberi kesempatan kuliah hingga tujuh tahun (14 semester). Jika sampai tujuh tahun tidak lulus-lulus, mahasiswa terancam di-drop out (DO) atau dipecat.
Nah dengan aturan yang baru itu, ancaman DO gara-gara tidak lekas lulus bakal semakin mepet. Normalnya kuliah S1 atau D-IV ditempuh selama empat tahun (8 semester). Sehingga batas toleransi kemoloran kuliah hanya diberi waktu selama 1 tahun (2 semester) saja. Jika lewat dari lima tahun, mahasiswa terancam di-DO.
Mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan, alasan pemangkasan lama belajar untuk jenjang S1 atau D-IV itu terkait dengan kurikulum. Djoko menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi dievaluasi secara berkala setiap empat tahun sekali.
"Kalau kuliahnya tetap sampai tujuh tahun, bisa tertinggal kurikulumnya," ujarnya. Dengan simulasi lama kuliah sampai tujuh tahun, ada potensi seorang mahasiswa mengalami dua kurikulum berbeda dalam porsi yang hampir sama yakni empat tahun dan tiga tahun.
Sedangkan ketika lama kuliah dibatasi hingga lima tahun saja, ketimpangan kurikulum tidak akan terjadi secara signifikan. Mahasiswa yang kuliah hingga lima tahun, hanya berpotensi merasakan perbedaan kurikulum selama satu tahun saja.
Djoko juga mengatakan, pemangkasan batas maksimal kuliah ini juga memberikan banyak dampak positif. Diantaranya adalah mahasiswa lebih serius belajar selama kuliah. Kemudian juga menghemat biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga.
"Selain itu bangku atau tempat kuliahnya bisa segera diisi mahasiswa baru lagi to," katanya. Semakin cepat arus keluar dan masuk mahasiswa di perguruan tinggi, bisa meningkatkan akses pendidikan tinggi. Sebaliknya semakin banyak mahasiswa yang lama-lama kuliahnya, berdampak banyaknya antrian masuk ke perguruan tinggi.
Wakil Rektor 1 ITS Herman Sasongko mengatakan, prasangka positif terkait aturan baru ini adalah terkait dengan efisiensi anggaran yang dikeluarkan pemerintah.
Dia menuturkan bahwa akhir-akhir ini pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengambil alih sebagian tanggung jawab mahasiswa. "Diantaranya adalah urusan pendanaan atau jaminan biaya kuliah," jelas dia.
Herman juga berharap aturan baru ini diterapkan untuk mahasiswa baru. Dia juga optimis bahwa mahasiswa dalam posisi tertekan akan bisa berbuat maksimal. "Saya optimis mahasiswa bisa beradaptasi dengan aturan baru ini," kata dia. Meskipun selama ini kuliah diberi waktu hingga tujuh tahun bahkan lebih.
Herman mengatakan lebih baik lama kuliah memang diberi batasan waktu tertentu. Internal ITS sendiri masih akan mendalami pembicaraan dengan jajaran Kemendikbud terkait aturan baru itu. (wan)
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon