Sebuah riset pada monyet jenis marmoset yang dipublikasikan di jurnal Primates minggu ini mungkin akan membuat kita mengatakan, ya.
Riset dilakukan oleh Bruna Bezerra dari University of Bristol di Inggris dan rekannya di Federal Rural University of Pernambuco di Recife, Brasil.
Bezerra dan rekannya telah mempelajari marmoset selama bertahun-tahun. Mereka mengamati 12 marmoset, terdiri dari 4 jantan dewasa, 3 betina dewasa, dan 3 anak, dan 2 bayi.
Lewat penelitian bertahun-tahun, Bezerra berhasil mengungkap relasi antara satu individu dan individu lainnya.
Perilaku marmoset yang menunjukkan stres, bingung, dan kesedihan diobservasi tatkala salah satu betina dewasa tiba-tiba jatuh dari pohon. Betina itu disebut F1B.
Sekitar 45 menit setelah F1B jatuh, pejantan yang telah 3,5 tahun berpasangan dan hidup bersamanya, bernama M1B, menyadari bahwa pasangannya tergolek di atas tanah.
Pejantan itu kemudian meninggalkan dua anaknya yang tengah bermain di pohon dan segera menghampiri sang betina.
Pejantan tersebut menenangkan sang betina, memeluknya, dan menciumnya. Ia mengawasi lingkungan sekitar dari predator dan mencegah marmoset muda mendekati pasangannya.
"Ketika saya mengobservasi jantan dominan itu mendekati pasangannya yang sekarat, perhatiannya membuat saya tercengang," kata Bezerra seperti dikutip BBC, Selasa (15/4/2014).
Yang membingungkan, di tengah kondisi betina yang sekarat, pejantan berusaha mengajaknya berhubungan seksual.
Pejantan juga mengeluarkan suara yang berfungsi sebagai alarm bagi predator, padahal tak ada predator di sekitarnya.
Bezerra mengatakan, ajakan berhubungan seksual dan upaya mengeluarkan suara bisa jadi merupakan wujud stres yang dialami pejantan.
Dugaan lain, seks menjadi sarana bagi pejantan untuk mendekatkan diri, memancing respons, dan membangun ikatan lebih dekat dengan si betina.
"Kondisi tertekan bisa menyebabkan perilaku yang 'di luar konteks' oleh pejantan," ungkap Bezerra.
"Namun, kita juga bisa berspekulasi bahwa perilaku itu ditunjukkan untuk memancing respons betina," ujarnya.
Setelah sekarat selama 2,5 jam, F1B akhirnya kejang dan kemudian mati. Ini memicu perilaku yang menunjukkan duka yang mendalam.
Setelah F1B mati, M1B yang sebenarnya merupakan individu dominan dalam kelompoknya memisahkan diri, tak tampak lagi. Nasibnya tak diketahui.
F1B dan M1B telah hidup selama 3,5 tahun. Hubungan mereka membuahkan delapan anak yang mereka besarkan bersama.